Dalam prosesi pernikahan adat Jawa, salah satu prosesi yang tidak pernah dilewatkan adalah prosesi siraman. Meski dari luar tampak sederhana, prosesi siraman ternyata memiliki makna dan filosofi mendalam bagi mempelai.
Prosesi Siraman Adat Jawa
Upacara pernikahan adat yang melibatkan siraman masih dilaksanakan hingga kini karena merupakan bentuk melestarikan adat. Prosesi ini penting utamanya bagi mereka yang keluarga besarnya masih menjunjung tinggi adat dan kebudayaan warisan dari para leluhur.
Upacara siraman sebelum pernikahan adalah simbol untuk meluruhkan segala hal negatif dari calon pengantin sehingga bisa masuk ke gerbang pernikahan dengan diri yang sudah suci kembali.
Dalam siraman ada beberapa tahapan yang masing-masing mempunyai filosofi mendalam. Berikut urutan prosesi dan makna siraman adat Jawa yang wajib kamu tahu.
1. Sungkeman
Prosesi siraman Jawa yang pertama adalah sungkeman. Di tahap ini, calon mempelai wanita melakukan sungkeman kepada kedua orang tua terlebih dahulu.
Namun, jika kakek dan nenek dari calon mempelai wanita hadir dalam acara tersebut, mempelai wanita harus sungkem dengan mereka terlebih dahulu sebelum orang tuanya. Setelah sungkeman tersebut barulah acara siraman dimulai.
2. Air Siraman
Air siraman tidak boleh sembarangan. Salah satu syarat air siraman dalam adat Jawa adalah air harus bersumber dari salah satu tujuh mata air. Selain itu, air yang digunakan harus dipastikan berasal dari air tanah, bukan air PAM. Air tersebut lalu dimasukkan dalam sebuah kendi.
Acara siraman biasanya dilakukan adalah pihak keluarga mempelai wanita. Namun, jika kalau pihak keluarga ingin melakukan siraman pada mempelai pria maka perwakilan dari mempelai pria harus menjemput campuran air dari tujuh mata air tersebut secara simbolis agar tetap afdal.
3. Siraman
Setelah air siraman siap prosesi siraman pun bisa dimulai. Orang pertama yang melakukan penyiraman adalah sang ayah, kemudian dilanjutkan dengan sang ibu. Terakhir pinisepuh atau yang dituakan, yang akan melanjutkan penyiraman kepada pasangan pengantin sekaligus memberikan berkah kepada pasangan pengantin.
Siraman dilakukan sebanyak tiga kali oleh masing-masing orang tua. Pertama siraman di kepala, kedua siraman di pundak atau badan, dan terakhir siraman di kaki.
Perlu diingat bahwa jumlah orang yang menyiram haruslah ganjil, biasanya berjumlah tujuh orang, namun bisa juga lima atau sembilan orang.
4. Pemecahan Kendi
Setelah semua keluarga selesai melakukan siraman, ayah dari mempelai wanita selanjutnya menuangkan sisa air dari kendi kepada sang anak untuk digunakan berwudhu. Selanjutnya kendi kosong tersebut dipegang oleh kedua orang tua untuk dijatuhkan ke tanah sehingga pecah.
Saat menjatuhkan kendi tersebut juga harus dilakukan ucapan “Niat ingsun ora mecah kendi, nanging mecah pamore anakku [nama mempelai wanita]”. Pemecahan kendi merupakan simbol pecahnya pamor anak sebagai wanita dewasa dan memancarlah sinar pesonanya. Dalam banget, kan?
5. Potong Rikmo
Selanjutnya prosesi siraman adat Jawa adalah potong rikmo atau memotong rambut mempelai wanita.
Sementara itu utusan besan dari mempelai pria juga akan menyerahkan potongan rambut untuk disatukan. Potongan rambut campuran mempelai pria dan wanita ini harus dikubur di halaman rumah.
Filosofi di balik potong dan kubur rambut adalah agar semua hal buruk dikubur bersamaan dengan rambut. Jadi, nantinya kedua pasangan hanya disertai kebaikan dan kebahagiaan dalam rumah tangga yang dibinanya.
6. Bopongan
Prosesi terakhir siraman dalam pernikahan adat Jawa adalah bopongan. Dalam tahap ini ayah menggendong calon mempelai wanita menuju kamar.
Prosesi ini merupakan simbol dari kasih sayang orang tua yang selalu mengiringi anaknya sampai detik terakhir menjelang lembaran baru dalam kehidupan sang anak.
Makna Siraman Adat Jawa
Upacara siraman adat Jawa memiliki syarat spesifik, yaitu dengan beberapa piranti atau lazim disebut ubarampe. Masing-masing ubarampe siraman memiliki makna filosofis yang mendalam. Berikut makna ubarampe dalam siraman yang wajib kamu tahu
Banyu Peritosari
Banyu peritosari adalah sebutan untuk air siraman. Air siraman berasal dari salah satu dari tujuh sumber air, seperti air keraton, air tempuran dua aliran sungai, atau sumur-sumur tua.
Kenapa tujuh mata air? Tujuh dalam bahasa Jawa adalah pitu. Pitu menyimbolkan pitulungan atau saling tolong menolong dalam berumah tangga.
Air pilihan tersebut kemudian dicampur dengan bunga setaman, yaitu mawar, melati, dan kenanga. Sudah bukan rahasia lagi bahwa ketiga jenis bunga itu punya harum semerbak. Harum dalam budaya Jawa berarti diberkahi, direstui sehingga keluarga yang dibina tidak menemui rintangan besar.
Dikutip dari Kompas.com, mawar dimaknai dengan kata “mawi-arsa”, yaitu memiliki kehendak atau niat. Bahwa pengantin harus memiliki ketulusan niat dalam membina rumah tangga. Melati dimaknai dengan "rasa melas saka jero ati", atau kasih sayang dari dalam hati. Terakhir kenanga dimaknai dengan kata “keneng-a” atau gapailah. Artinya, calon pengantin diharapkan bisa menggapai keluhuran budi para pendahulu.
Batok Kelapa
Untuk melakukan siraman, biasanya menggunakan ubarampe berupa gayung dari batok kelapa. Pemilihan batok kelapa sebagai gayung juga punya simbol tersendiri, yaitu agar kedua mempelai memanfaatkan hasil alam secara bijaksana.
Kendi
Kendi yang tadi dipecahkan juga bermakna pengantin siap menikah dan membina rumah tangga dengan baik. Pamor sang wanita luluh saat pemecahan kendi tersebut dan siap menjadi pengantin.
Nah, itu dia urutan prosesi siraman serta makna di balik siraman dalam pernikahan adat Jawa yang wajib kamu tahu. Tetap lestarikan kebudayaan leluhur jika memungkinkan untuk dilaksanakan dalam pernikahanmu, ya!
Comments